Penjelasan BMKG Soal Gempa Banten Beberapa Hari Belakangan

Penjelasan BMKG Soal Gempa Banten Beberapa Hari Belakangan – Gempa mengguncang Banten beberapa kali dalam 3 hari. Terakhir, pada Senin (17/1/2022) sekitar pukul 07.30 WIB, terjadi gempa berkekuatan 5,4 SR. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan pusat gempa berada 84 kilometer barat daya Bayah, Banten, dengan kedalaman 10 kilometer.

Gempa tidak hanya dirasakan oleh warga di wilayah Banten, tetapi juga di Sukabumi, Cianjur, Bogor, dan Bandung Barat. Sebelumnya, beberapa gempa yang terjadi di Banten juga dirasakan hingga DKI Jakarta dan menjalar hingga ke Jawa Barat. Gempa dengan magnitudo 6,7 dirasakan pada Jumat (15/1/2022) sore. Menurut BMKG, gempa tersebut berasal dari Sumur, Banten, dengan kedalaman 10 kilometer. Setidaknya dua gempa susulan kecil terjadi setelah gempa.

Gempa lagi terjadi pada Sabtu (15/1/2022). Episentrum gempa pada kedua hari itu sama, tepatnya di kawasan Sumur, Banten. BMKG mencatat ada 32 gempa susulan di Banten hingga Sabtu lalu, sebelum akhirnya gempa lagi terjadi kemarin.

Kepala Badan Mitigasi Gempa dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan wilayah Banten memiliki banyak sumber gempa aktif. Misalnya, sumber gempa dorong di daerah kontak antara lempeng dan sumber sesar aktif di dasar laut dikenal sebagai gempa intraplate.

“Serta adanya potensi deformasi dalam lempeng Indo-Australia yang dapat memicu terjadinya gempa intraslab atau gempa dalam lempeng,” terang Daryono dilansir dari Kompas.com, Senin.

Dalam 5 tahun terakhir setidaknya telah terjadi empat kali gempa dengan pusat gempa di sekitar Banten, tepatnya di Samudera Hindia, selatan Banten. Pada tanggal 23 Januari 2018, misalnya terjadi gempa bumi berkekuatan 6,1 M. Kemudian pada tanggal 28 Juli 2019, terjadi gempa bumi dengan kekuatan 4,9 SR. Kemudian, pada 2 Agustus 2019, terjadi gempa bumi berkekuatan 6,9 dan gempa terakhir berkekuatan 6,7 terjadi kemarin, 14 Januari 2022.

Menurut Daryono, gempa yang terjadi di Banten Jumat lalu masih berada di zona megathrust. Daryono mengatakan gempa megathrust bisa dimaknai sesuai dengan perkataan konstituennya.

Yang dimaksud dengan “thrust” adalah salah satu mekanisme pergerakan lempeng yang menyebabkan gempa bumi dan memicu tsunami, yaitu gerakan sesar naik. Oleh karena itu, megathrust dapat diartikan sebagai gerakan sesar naik yang besar.

Daryono menjelaskan mekanisme mega gempa dapat terjadi pada pertemuan lempeng benua. Dalam geologi tektonik, daerah pertemuan dua lempeng disebut zona subduksi. Sementara itu, zona megathrust terbentuk ketika lempeng samudera bergerak ke bawah melawan lempeng benua dan memicu gempa bumi.

“Zona subduksi ini diasumsikan sebagai sebuah zona ‘patahan naik yang besar’ atau populer disebut zona megathrust,” kata Daryono.

Dalam hal ini, lempeng samudera yang menunjam di bawah lempeng benua membentuk medan tegangan di daerah kontak antar lempeng yang kemudian dapat berubah secara tiba-tiba dan memicu terjadinya gempa bumi.

“Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra bergerak terdorong naik (thrusting),” terangnya.

Daryono menjelaskan, jalur subduksi lempeng umumnya sangat panjang dengan kedalaman sekitar 50 km, menutupi bidang kontak antar lempeng.

Meski terjadi dalam waktu dekat, Daryono mengatakan tidak mungkin memprediksi apakah akan ada gempa lagi di Banten dalam waktu dekat.

Namun, potensi gempa selalu ada, apalagi mengingat situasi yang semakin meningkat belakangan ini.

“Karena gempa memang belum dapat diprediksi, meski potensi itu akan selalu ada mengingat sumber gempanya akhir-akhir ini mengalami peningkatan,” ujarnya.

Daryono mengatakan gempa dan tsunami kuat merupakan proses alam yang tidak bisa dihentikan atau bahkan diprediksi.

“Namun dalam ketidakpastian kapan terjadinya itu kita masih dapat menyiapkan upaya mitigasi konkret, seperti membangun bangunan tahan gempa, memodelkan bahaya gempa dan tsunami, kemudian menjadikan model ini sebagai acuan mitigasi,” kata dia.